335 Pendaki Meninggal di Gunung Everest, Kenapa Mayatnya Dibiarkan?

Gunung Everest, yang merupakan puncak tertinggi di dunia dan terletak di perbatasan Nepal dan Tiongkok, telah menarik perhatian para pendaki internasional selama lebih dari satu abad. Dengan ketinggian mencapai 8. 848 meter di atas permukaan laut, Everest bukan hanya menjadi simbol tantangan fisik, tetapi juga hasrat untuk menaklukkan alam. Namun, di balik keindahan dan kemewahannya, terdapat sisi kelam yang sering kali tidak dibahas: jumlah kematian yang sangat tinggi dan alasan di balik mengapa banyak mayat pendaki dibiarkan tetap di gunung tersebut.
Mengapa Pendaki Bisa Meninggal di Everest?
Setiap tahun, ribuan pendaki berusaha untuk mencapai puncak Everest, tetapi tidak semua di antara mereka berhasil. Berbagai faktor seperti cuaca ekstrem, kelelahan, dan kurangnya oksigen pada ketinggian yang sangat tinggi menjadi tantangan yang signifikan. Di samping itu, suhu yang sangat ekstrem yang dapat mencapai -60°C, badai salju mendadak, serta kurangnya pasokan makanan dan air juga menjadi penyebab utama terjadinya korban.
Meskipun dengan peralatan yang lebih canggih dan teknologi terbaru, Everest tetap merenggut nyawa setiap tahunnya. Pada tahun 2021 saja, tercatat lebih dari 300 pendaki telah kehilangan nyawa mereka, dan angka ini terus meningkat tahun demi tahun. Ini menjadikan Everest sebagai salah satu lokasi paling mematikan bagi para pendaki.
Fenomena Mayat yang Dibiarkan di Gunung Everest
Dengan lebih dari 300 pendaki yang telah meninggal di Everest, satu pertanyaan yang selalu muncul adalah mengapa banyak dari mereka masih tergeletak di gunung tersebut. Banyak mayat pendaki yang terjebak di jalur pendakian atau berada di lokasi yang sangat sulit dijangkau. Posisi mereka yang ekstrem dan tinggi membuat pengambilan mayat menjadi hampir tidak mungkin, atau setidaknya sangat berisiko.
Kendala Logistik dan Keamanan
Salah satu alasan utama mengapa mayat dibiarkan di Everest adalah alasan logistik. Untuk menurunkan mayat dari ketinggian tersebut, dibutuhkan banyak sumber daya, termasuk tim penyelamat yang terlatih, waktu, dan peralatan khusus. Selain itu, di ketinggian yang sangat tinggi, dengan oksigen yang terbatas, melakukan operasi penyelamatan menjadi sangat berbahaya baik bagi tim penyelamat maupun pendaki lainnya. Oleh karena itu, dalam banyak kasus, tim penyelamat lebih memilih untuk melanjutkan upaya pendakian atau penyelamatan orang yang masih hidup, daripada mengambil mayat.
“Zone of Death”
Everest memiliki zona yang dikenal dengan nama “Zone of Death” atau Zona Kematian, yang dimulai pada ketinggian sekitar 8. 000 meter. Di area ini, tingkat oksigen sangat rendah, membuat tubuh manusia sangat rentan terhadap kelelahan ekstrem, kelaparan, dan kekurangan oksigen. Ketika seorang pendaki jatuh atau meninggal di zona ini, kemungkinan untuk mengevakuasi jenazahnya hampir tidak mungkin. Hal ini menjelaskan mengapa banyak mayat pendaki tetap tergeletak di jalur pendakian, menjadi bagian dari lanskap Everest yang memilukan.
Biaya dan Risiko Ekstrim
Meskipun mungkin ada upaya untuk mengeluarkan mayat, biaya untuk melakukan evakuasi sangat mahal, seringkali melebihi kemampuan pendaki atau keluarga korban untuk membayar. Selain itu, pendaki yang masih hidup atau tim penyelamat sering kali dihadapkan pada risiko besar ketika mencoba mengambil mayat dari tempat-tempat yang sangat tinggi dan berbahaya. Banyak pendaki terpaksa mengabaikan jenazah yang ada di jalur karena lebih fokus untuk menyelamatkan diri mereka sendiri dalam situasi yang sangat berbahaya.
Mayat sebagai Peringatan
Ironisnya, jenazah yang ditinggalkan di Everest sering kali menjadi tanda peringatan bagi pendaki lainnya. Banyak pendaki yang melewati tubuh-tubuh yang tergeletak di jalur pendakian, yang kadang-kadang tetap nampak dalam keadaan yang menyeramkan. Bagi beberapa orang, ini menjadi simbol dari ancaman yang mengintai setiap individu yang berani menaklukkan puncak dunia. Bagi yang lain, ini menjadi pendorong dan pengingat tentang betapa seriusnya tantangan yang ada di depan mereka.
Kesimpulan
Jumlah pendaki yang kehilangan nyawa di Gunung Everest dan alasan mengapa jenazah mereka ditinggalkan di sana menunjukkan betapa ekstrem dan berbahayanya perjalanan menuju puncak tertinggi di dunia ini. Kendala logistik, biaya yang tinggi, serta kondisi alam yang sangat berat membuat evakuasi jenazah hampir tidak mungkin dilakukan. Hal ini menciptakan salah satu sisi gelap dari ketenaran Everest, di mana pendakian yang seharusnya menjadi prestasi bagi banyak orang, malah berisiko membawa mereka pada tragedi yang tak terhindarkan. Sebagai pengingat akan bahaya yang ada, tubuh-tubuh tersebut tetap menjadi bagian dari sejarah Gunung Everest yang menegangkan.